Senin, 16 November 2015

BUDAYA BOU PADA ETNIS ENDE LIO , MODAL SOSIAL YANG PERLU DIBERDAYAKAN

[caption id="attachment_271" align="alignnone" width="300"]Contoh kelompok arisan (bou) di Ende Lio Ndona Contoh kelompok arisan (bou) di Ende Lio Ndona[/caption]

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa manusia adalah makhluk sosial (social animal) yang tidak dapat dinafikan walaupun zaman kian berubah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. Manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, berkelompok, berkumpul, bermasyarakat dan bersilaturahmi dengan sesama serta dapat saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya.

Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri yang dinamakan gregariousness. Maka dengan demikian manusia merupakan makhluk sosial ( Homo Socius) yang selalu ingin berinteraksi dengan sesame/ bergaul. Walaupun manusia membutuhkan manusia lainnya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi manusia tetap memiliki otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri. Secara pribadi (ego ideal), manusia harus memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya.
Setiap manusia butuh makan dan minum agar tetap hidup. Manusia membutuhkan pakaian untuk dapat bergaul dengan baik dengan manusia lainnya. Manusia juga butuh rumah sebagai tempat berlindung. Pendidikan, kesehatan, hiburan, dan kebutuhan lainnya juga diperlukan manusia agar hidup lebih layak.

Dengan naluri dasar sebagai makhluk sosial dan adanya kebutuhan dasar (self interst) baik dalam pribadi maupun kelompok serta memiliki sifat simpati dan empati terhadap sesame maka keadaan inilah yang dapat menjadikan suatu norma, etika dan kesopan santunan, adat dan budaya yang dianut pada suatu kelompok masyarakat.

Dalam masyarakat Indonesia terdapat suatu budaya ekonomi muamalah yang mencerminkan sifat saling membutuhkan, saling bergantung, hingga memunculkan kelompok dan perkumpulan yang dikenal dengan nama arisan. Pada masyarakat Ende lio budaya arisan dikenal dengan istilah Bou. Secara harafiah istilah bou pada masyarakat etnis ende lio dapat diartikan dengan berkumpul. Namun dalam perkumpulan ini tidak sekedar berkumpul semata namun terdapat suatu kegiatan ekonomi dengan mengumpulkan uang atau barang yang diperuntukan bagi sesama anggota dalam perkumpulan tersebut.

Tidak ada data atau sejarah pasti kapan masyarakat Ende Lio mengenal dan melakukan kegiatan bou (arisan) ini. Namun dari beberapa penuturan masyarakat, budaya bou ini sudah terjadi sejak dahulu kala dengan berbagai macam jenis bou (arisan) dan hal ini menjadi tradisi dimasyarakat. Kegiatan bou (arisan) pada masyarakat ende & lio tidak hanya terjadi di daerah ende lio namun dimanapun anak keturunan suku ende lio berada, disitu ada kegiatan bou (arisan) yang bersifat peguyuban-peguyuban dengan tujuan untuk mempererat tali silaturhami antar sesama anggota yang berasal dari satu daerah sambil mengumpulkan dana atau barang bagi anggota.

Bou (Arisan) adalah sebuah acara yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang mengumpulkan uang atau barang pada suatu periode tertentu yang nantinya hasil dari pengumpulan uang tersebut akan diberikan kepada anggota yang mendapatkan undian.

Secara khusus, dalam masyarakat Ende Lio terdapat beberapa jenis arisan (bou) dengan jumlah anggota yang berfariasi misalnya; arisan uang (bou doi), arisan barang (bou ngawu) bisa berupa, bahan-bahan bangunan seperti semen, seng, keramik, arisan perkakas dapur, arisan kelapa, maupun arisan pendidikan yang fokusnya untuk pendidikan anak dengan jangka waktu yang telah disepakati. Dalam arisan (bou) ini terdapat kepengurusan yang disepakati bersama sesuai kebutuhan dalam kelompok tersebut. Pengurus yang terpilih sangat bergantung dari segi kebutuhan kelompok namun secara umum terdapat seorang ketua, sekretaris, seorang bendahara, dan seorang tenaga humas yang bertugas untuk mengelola kegiatan arisan (bou) selama jangka waktu yang disepakati.

Secara khusus dalam kegiatan arisan uang (bou doi), masing-masing anggota mengumpulkan uang sesuai angka batas bawah dan ada juga batas atas. Penentuan jumlah batas bawah menjadi standar kesepakatan anggota sedangkan penentuan batas atas tergantung dari anggota yang mendapat giliran arisan (bou) dengan melihat kemampuannya karena diwaktu yang akan datang si penerima akan mengumpulkan kembali jumlah uang sesuai dengan jumlah yang diberikan oleh anggota. Dalam arisan uang (bou doi) ini terdapat iuran wajib, iuran air panas (untuk makan minum anggota/snack anggota) dan uang atau dana untuk arisan (bou) itu sendiri. Iuran wajib anggota dapat dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan dan akan dilaporkan perkembangannya pada setiap waktu arisan (bou) berikut dengan pengembaliannya sesuai kesepakatan yang berlaku dalam kelompok arisan tersebut.

Dalam jenis-jenis arisan ini, untuk menentukan giliran arisan (bou) terdapat beberapa metode untuk menentukan giliran arisan bagi setiap anggota antara lain;

  1. Metode undian kartu: Pada metode undian dilakukan dengan beberapa cara misalnya, undian dengan kartu. Metode undian dengan kartu ini dilakukan dengan cara sebagai berikut; Ketua menyiapkan 2 bungkus kartu. 1 bungkus kartu diacak dan disebarkan pada satu tempat/wadah. Kemudian ketua mengumumkan nama anggota satu persatu untuk mengambil dan memilih kartu yang telah disediakan. Setelah semuanya memperoleh kartu, Ketua mengacak bungkusan kartu yang satunya lagi dan disaksikan oleh semua anggota ketua membuka salah satu lembar kartu yang dijadikan kartu patokan. Jika ketua membuka kartu bergambar harten, maka anggota yang memperoleh kartu As harten , dua harten, tiga harten dan empat harten yang akan memperoleh giliran arisan selama 4 bulan putaran berturut-turut sesuai urutan 1-4.

  2. Metode undian lotre : Metode undian lotre digunakan dengan system setiap nama anggota yang belum arisan (bou) ditulis dan digulung kemudian dimasukan dalam suatu wadah yang dilubangi. Ketua mengocok nama-nama tersebut dan jika ada satu gulungan nama yang keluar maka anggota tersebut yang akan memperoleh arisan dibulan berikutnya.


Metode-metode tersebut merupakan metode umum yang sering digunakan oleh beberapa paguyuban/kelompok arisan yang ada di masyarakat lokal ende lio meskipun terdapapat metode-metode lain. Namun tujuannya agar ada ketertiban dalam proses penyelenggaraan arisan (bou).

Dalam perkembangan beberapa kelompok arisan mulai mengarah pada pembentukan koperasi dan bahkan beberapa koperasi cikal bakalnya terbentuk dari kelompok-kelompok arisan. Disisi lain, terdapat arisan (bou) yang hanya difokuskan untuk pendidikan anak.. Setiap dana yang dihimpun dari anggota hanya disimpan untuk proses pendidikan anak. Jika ada anggota yang membutuhkan dana pendidikan anak, maka dapat mengajukan dananya pada pengurus karena dana tersebut disimpan pada bank. Ini merupakan langkah progresif untuk membantu proses pendidikan anak.

Dalam urusan pembangunan tempat tinggal terdapat juga arisan semen, seng ataupun keramik. Arisan semen ataupun bahan bangunan yang lain tidak hanya selesai pada saat arisan. Jika ada anggota yang membangun tempat tinggal (rumah) maka setiap anggota wajib membantu proses pembangunan rumah.

Bou (arisan) sebagai Modal Sosial Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Secara faktual potensi arisan (bou) belum dijadikan sebagai modal membuka usaha kecil. Anggota bou (arisan) biasanya akan memakainya untuk hal-hal temporer seperti membayar utang, membeli kebutuhan yang bukan primer atau dapat dikatakan digunakan secara konsumtif dan belum dijadikan sebagai potensi produktif sebagai suatu modal social.

Konsep modal sosial pertama kali dikemukakan oleh Coleman (1988) yang didefinisikan sebagai aspek-aspek dari struktur hubungan antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Lebih lanjut, Coleman membedakan antara modal sosial dengan modak fisik dan juga modal manusia. Dari berbagai hasil kajian terhadap proyek pembangunan di dunia ketiga, menurut Ostrom (1992), menyimpulkan bahwa modal sosial merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu tujuan pembangunan.

Dari berbagai kajian tentang modal sosial, beberapa ahli memberi penjelasan bahwa modal sosial berintikan pada elemen-elemen pokok yaitu:

  1. Saling percaya (trust) yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianism), toleransi (tolerance) dan kemurahan hati (generosity).

  2. Jaringan sosial (network) yang meliputi adanya partsipasi (participations), pertukaran timbal balik (reciprocity) solidaritas (solidarity), kerjasama (cooperation) dan keadilan (equality).

  3. Pranata (institutions) yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctions) dan aturan-aturan (rules).


Melihat potensi tersebut maka bou (arisan) merupakan modal sosial sebagai suatu pranata yang ada pada masyarakat yang dapat dimanfaat untuk pengembangan perekonomian masyarakat seperti pengembangan usaha kecil menengah ataupun usaha-usaha ekonomi produktif lainnya. Bou (arisan) dapat dimodifikasi sebagai sumber dana atau berupa bantuan modal usaha yang berasal dari anggota dan dipergunakan untuk kepentingan anggota yang diinvestasikan secara merata kepada setiap anggotanya.

Sistem ini anggota bou (arisan) dapat mempresentasikan usaha yang sedang dijalankan ataupun yang akan dijalankan kepada anggota lainnya. Anggota-anggota bou (arisan) akan menghimpun dana iuran wajib dan dana pokok arisan sesuai kemampuan anggota. Dana yang dihimpun tersebut dijadikan modal usaha bagi anggota yang memperoleh giliran arisan (bou). Ataupun dengan model-model lain selama dalam penegelolaannya ditujukan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif anggota.

Hasil penelitian Badarudin (2003) terhadap komunitas nelayan di wilayah Sumatera Utara menemukan sejumlah potensi modal sosial dalam komunitas tersebut. Salah satu potensi yang ditemukan oleh Badarudin (2003) yaitu arisan. Beliau menyimpulkan bahwa Arisan sebagai suatu pranata untuk mensiasati perangkap kemiskinan pada masyarakat. Keberadaan arisan sebagai pranata, memberi modal sosial yang cukup strategis dimana arisan memberi kemampuan komunitas untuk: (1) membangun konsensus, (2) menetapkan tujuan, (3) membangun jaringan sosial yang kompak, (4) merajut pranata dan membangun kepercayaaan.

Dengan memodifikasi Arisan (bou) sebagai modal usaha, secara perlahan akan mampu menjadi potensi pengumpul dana untuk usaha kecil yang sukses. Dengan modifikasi ini maka tidak akan dianggap sebagai program pengembangan ekonomi dari luar atau juga bisa digunakan orang untuk mengumpulkan dana swadaya daripada mencari dana bantuan dari luar ataupun lembaga nirlaba.

Penguatan aksi kolektif dalam tingkat komunitas yang terbangun melalui pilar-pilar modal sosial, akan memperkuat posisi tawar komunitas terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang mencoba melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya alam. Melalui potensi modal sosial yang ada, komunitas nelayan dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif tanpa merusak habitat laut demi kelangsungan kehidupan. Hal ini dapat terjadi karena modal sosial merupakan infrastruktur sosial yang terbangun dari interaksi warga yang didasarkan rasa saling percaya, bekerjasama untuk mencapai tujuan dan menghasilkan kehidupan yang berkeadaban (civic culture).

OLEH : IHSAN D.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Beri Komentarnya