Kicau burung dan gemericik suara air membentur bebatuan seperti orkestra alam meski tanpa dirigen. Setelah melewati hutan bambu dan rimbunnya pohon kemiri, menyembulah air terjun Aendere yang lidah airnya terus menjilati puluhan bebatuan yang berserak
TIDAK terlalu sulit untuk menjangkau objek wisata Air Terjun Aendere yang hanya berjarak sekitar 14 kilometer arah Timur kota Ende, Flores. Namun, pamor air terjun ini memang seperti ‘ditelan’ mahakarya alam lain yang lebih tersohor di dunia, Danau Kelimutu. Sehingga sangat wajar kalau kemolekan Aendere hanya terdengar sayup-sayup di telinga para pelancong.
Berada di Kampung Aebhoko, Desa Tomberabu 1, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende, Aendere dapat dicapai dengan menggunakan mobil, sepeda motor, maupun angkutan desa (Angdes) yang banyak beroperasi di jalur Ende-Maumere. Begitu tiba di Km 14, para pelancong bisa bertanya kepada warga untuk menunjukan jalan masuk ke arah Aendere, yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari Jalan Trans Flores yang menghubungkan Ende-Maumere.
Barangkali karena kalah ‘pamor’ inilah yang membuat pemerintah setempat alpa menyediakan infrastruktur dasar berupa jalan dan selokan menuju Aendere. Alhasil, pelancong harus menapaki jalan setapak untuk menjumpai Aendere. Untungnya, sepanjang berjalan kaki di kanan kiri ditemani rimbunnya hutan bambu dan desau daun kemiri ditiup angin yang banyak tumbuh di wilayah ini. Sehingga tiada rasa capek melewati jalan tanah yang belum tersentuh pembangunan ini.
Kalau pelancong ingin lebih cepat sampai Aendere, ada jalan pintas menuju ke sana. Dengan menyusuri jalan di sisi sungai. Ketika menempuh jalur ini, pelancong akan tersua kebun cokelat milik warga Kampung Aebhoko. Hanya lima menit berlalu setelah melewati kebun cokelat, para pelancong akan bertemu Air Terjun Aendere yang airnya menyembul dari celah bebatuan.
Seperti pepatah ‘musibah yang membawa berkah’ belum dibangunnya infrastruktur di sekitar Aendere justru membuat air terjun ini terlihat alami dan eksotis dengan dinding bebatuan berlumut di sepanjang jalan. Karena belum banyak wisatawan yang mendatanginya, kalau pun ada jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari, lokasi ini masih terlihat alami tanpa ornamen sentuhan tangan manusia.
Keindahan Aendere
Aendere memiliki keindahan sendiri dengan pancuran air terjun bertingkat dari puncak gunung. Air yang bersumber dari mata air Tomberabu itu, selalu membawa keceriaan bagi para pelancong. Bila datang ke tempat ini, dijamin segala masalah di dunia ini lenyap. Hanya keceriaan yang membekas dan mengendap di kepala.
Wisatawan tidak perlu meragukan keindahan Aendere sebab di setiap balik batu-batu raksasa itu, akan ditemukan berbagai tumbuhan pasilan yang bunganya indah berseri dari berbagai sudut pandang mata. Tumbuhan itu adalah anggrek yang banyak ragamnya dengan berbagai warna bunganya yang tak mengenal musim, setiap saat bunganya bermekaran. Bukan itu saja, sepanjang jalan kita akan disuguhi arsitektur alam berbahan bebatuan yang ajaibnya seperti ada yang menatanya, meski sebenarnya tempat ini masih sedikit mendapat sentuhan tangan manusia.
Sayangnya, keindahan alam Aendere sepertinya belum menarik perhatian para pelancong. Sedikit orang yang mengetahui kemolekan air terjun ini. Meski beberapa media massa telah menuliskannya, barangkali diperlukan promosi yang lebih sistematis agar objek wisata ini dikenal oleh para pelancong.
“Hanya beberapa orang saja yang sudah ke sana. Kami sering ke sana, biasanya di hari Sabtu, Minggu dan hari-hari libur. Kami biasa mandi karena airnya dingin dan udaranya sejuk,”kata Marthin, warga Wolowaru, yang suka melancong. Kepada saya, Marthin juga menjelaskan terdapat beberapa daerah potensi wisata alam yang pernah dijumpainya. Namun, belum banyak pengunjung yang datang menikmati.
Ia mengungkapkan, secara umum Flores memiliki potensi wisata alam (eco tourism) yang menjanjikan. Beberapa daerah, di Kabupaten Ende khususnya terdapat puluhan objek wisata, tapi sayangnya tidak dikelola secara baik.
“Flores ini kaya dengan objek wisata. Di Ende saja ada puluhan objek wisata, belum lagi di daerah lain, misalnya Nagekeo, Bajawa, Manggarai, Maumere, Larantuka. Seperti Air Terjun Aendere, sangat kurang pengunjung,” kata Marthin.
Secara Adat
Kawasan Air Terjun Aendere merupakan wilayah tanah ulayat milik Suku Rau, Desa Tomberabu 1. Kawasan ini sudah didata oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende sebagai salah satu destinasi wisata.
Gabriel Poto, salah seorang warga Tomberabu yang mengaku sebagai Mosalaki Suku Rua, kepada saya mengungkapkan, kawasan Aendere merupakan daerah hak ulayat Suku Rua. Ia mengakui sudah dua kali pemkab menghubunginya dan memasukkan kawasan tersebut sebagai potensi objek wisata.
“Mereka sudah pernah datang ke sini dan menemui saya. Saya akan berikan tempat itu tapi harus bicara dulu,”ungkap Gabriel saat kami berbincang-bincang di kediamannya persis di jalan masuk menuju Air Terjun Aendere.
Maksud ungkapan Gabriel adalah pemerintah harus membuka ruang untuk membicarakan secara adat sebelum kawasan tersebut dikelola sebagai objek wisata. Pada prinsipnya, para mosalaki bersiap dan mendukung penuh niat membangun daerah Aendere, asalkan pemerintah selalu transparan dengan para tokoh adat. “Kami siap memberikan tanah kami, tapi mari kita bicara dulu,”tambah Gabriel.
Hingga saat ini, pihak mosalaki masih menunggu respon dari Pemkab Ende untuk mengelola objek wisata tersebut sebagai aset daerah. Air Terjun Aendere merupakan salah satu potensi wisata daerah untuk dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sayangnya, potensi tersebut belum digarap secara maksimal, sehingga hanya beberapa pelancong saja yang mengetahuinya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ende, Marmi Kusuma, yang saya temui secara terpisah mengatakan, Air Terjun Aendere sudah didata oleh dinas pariwisata sebagai salah satu destinasi pariwisata di Kabupaten Ende.
“Saat ini kita sedang mendata dan akan dilakukan pengkajian lebih dalam. Memang hal yang tidak mudah sebab harus melalui tahap pendekatan baik secara lembaga pemerintahan bersama desa maupun kajian secara adat istiadat dan budaya setempat,”ungkapnya.
Kadis Marmi menjelaskan, pihaknya mengalami kendala ketika melakukan pembebasan tanah untuk membangun akses jalan ke kawasan pariwisata Aendere. Pemkab saat ini sedang mendekati beberapa daerah potensi pariwisata, baik melalaui lembaga adat maupun pemerintah desa.
Ia berharap agar Pemerintah Desa dan para mosalaki (pemangku adat) tetap menjalin kerja sama untuk kepentingan pembangunan bidang pariwisata. Pihaknya pun akan terus berupaya untuk mendata, mengkaji, dan melakukan pendekatan secara persuatif demi kepentingan pembangunan.
“Kami terkendala ketika proses pembebasan tanah untuk membangun akses jalan. Yang lain tidak ada kesulitan. Kita berharap kerja sama yang baik antara para mosalaki dan pemerintah agar pembangunan pariwisata dapat berjalan sesuai yang diharapkan,”harap Marmi. (*)
Penulis : Ian Bala
Editor: EC. Pudjiachirusanto
Sumber :www.floresbangkit.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Beri Komentarnya