Jumat, 30 Oktober 2015

AKSARA LOTA. SIMBOL HURUF YANG TERASING DI NEGERI SENDIRI

Ende menjadi salah satu tempat yang pernah menjadi bagian penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Soekarno beserta istri dan anak angkatnya, Inggit Garnasih dan Ratna Juami, sempat diasingkan oleh Belanda di pulau ini. Selain itu, Ende juga memiliki khazanah bahasa yang membanggakan. Orang Ende telah menciptakan pola tulisan dengan aksara Lota. Sayangnya, tidak banyak yang tahu tentang hal ini. Namun, berkat ketekunan Maria Matildis Banda, seorang ahli Filologi dari Universitas Udayana, Bali, aksara Lota dapat dipelajari dari buku ini. Bagi anda penikmat kajian filologi, tentu akan dimudahkan dengan adanya buku ini. Sebelumnya, pakar linguistik dan filologi bernama S Ross sudah menelitinya yang terangkum dalam bukunya Encyclopaedisch Bureau Endeh Flores.


Buku setebal 175 halaman itu mengupas secara detil analisis, terjemahan, dan teks asli dari aksara Lota yang dahulu banyak ditulis dengan media wunu koli (daun lontar). Penulis sangat menguasai kajian filologi teks-teks tradisional yang kurang banyak diminati oleh pengkaji bahasa di Indonesia ini.


Pengaruh Bugis     


Aksara Lota merupakan turunan dari aksara Bugis yang masuk ke wilayah Ende pada masa pemerintahan Raja Goa XIV I, Manggarangi Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin (1593-1639), yang kemudian beradaptasi dengan sistem bahasa dan budaya lokal masyarakat Ende. Lota berasal dari kata lontar, karena pada masa lampau, aksara ini diajarkan dan ditulis di daun lontar (wunu koli). Tulisan umumnya berupa doa, ajaran budi pekerti pada orangtua, petuah kehidupan, dan pesan kecintaan pada alam.


Aksara Lota telah menghiasi budayaan tulis dan kesusasteraan Ende tempo dulu. Gubahan syair dan lagu-lagu tradisional Ende yang sering dibacakan dan dinyanyikan dalam upacara ritual adat ditulis dalam aksara Lota ini. Dahulu, jika ada orang yang memiliki hajat mengkhitankan anaknya atau membangun rumah baru, kisah-kisah kehidupan yang ditulis dalam aksara Lota selalu dibacakan. Tujuannya agar masyarakat mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Pembacaan ini juga dimaksudkan untuk mendidik masyarakat agar mencintai budaya leluhur.


Sepi Pembaca


Aksara Lota telah menyimpan banyak nilai sejarah kebudayaan Ende, mulai dari kesusasteraan hingga tatanan sosial masyarakat. Namun sayang, saat ini hanya tersisa sedikit orang Ende yang dapat membaca aksara Lota, baik pada generasi tua mereka apalagi muda. Tentu saja hal ini sangat memprihatinkan karena dengan hilangnya aksara Lota juga menyebabkan hilangnya kebudayaan sastra Ende.


Hilangnya aksara Lota dari kehidupan orang Ende diduga disebabkan karena beberapa faktor, antara lain banyak dari mereka yang dapat membaca sudah wafat namun tidak sempat menurunkan ilmunya ke generasi selanjutnya dan tidak adanya sanggar budaya atau proses belajar yang diselenggarakan oleh rumah adat. Selain itu, aksara Latin yang digunakan untuk sarana komunikasi sehari-hari menjadikan aksara Lota tergerus dari memori orang Ende. Mempelajari aksara Lota dirasakan sulit oleh generasi muda karena memerlukan kesabaran dan kekuatan hafalan, dan masuknya budaya modern yang mudah diakses.


Problematika di atas sebenarnya tidak hanya dialami oleh aksara Lota saja, hampir semua aksara kuno dalam kebudayaan berbagai suku bangsa di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Sedikit peminat dan hanya dipergunakan dalam kondisi tertentu. Aksara Jawa, misalnya, hanya digunakan oleh kalangan dan pada waktu tertentu. Oleh karena itu, buku ini merupakan satu hal yang menggembirakan dan semoga menarik minat budaya lain untuk peduli terhadap aksara Lota.


(Yusuf Efendi/Res/79/09-2011)



Karakter Lota


Karakter Lota dieksplorasi oleh S. Roos, karakter Bugis dieksplorasi oleh Van Suchtelen, dan karakter Ende diselidiki oleh Maria Matildis Banda yang digunakan dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut. Kemudian, karakter Bugis dibandingkan dengan karakter Ende. Di mana karakter Bugis yang disesuaikan dengan bahasa Ende membentuk karakter Ende.


Karakter lota Ende diambil dari S. Roos (1871).


AKSARA LOTA ENDE


(Suchtelen, 1921: 227).

[caption id="attachment_119" align="alignnone" width="223"]AKSARA LOTA ENDE AKSARA LOTA ENDE[/caption]

[caption id="attachment_120" align="alignnone" width="221"]AKSARA LOTA ENDE AKSARA LOTA ENDE[/caption]

[caption id="attachment_121" align="alignnone" width="236"]AKSARA LOTA ENDE AKSARA LOTA ENDE[/caption]

[caption id="attachment_122" align="alignnone" width="257"]AKSARA LOTA ENDE DAN AKSARA LOTA BUGIS AKSARA LOTA ENDE DAN AKSARA LOTA BUGIS[/caption]

Reference :

http://m.melayuonline.com/ind/bookreview/read/225/deskripsi-naskah-dan-sejarah-perkembangan-aksara-ende-flores-nusa-tenggara-timur

http://lingdy.aacore.jp/doc/endangered-scripts-issea/maria_matildis_banda_paper.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Beri Komentarnya